Skip to main content

Menghadapi Anak Tantrum



Beberapa waktu yang lalu, saya melihat sebuah pemandangan disebuah tempat perbelanjaan yang membuat sedih sehingga jadi ingin menulis artikel ini. Ketika sedang berjalan melewati sebuah kios ada seorang anak mungkin sekitar umur 3 tahunan sedang menangis meraung - raung entah apa sebabnya. Sepertinya si anak sedang menangis tantrum. Apa si ibu malu atau sedang lelah, tapi wajahnya terlihat kesal dengan tingkah anak yang tak kunjung berhenti menangis. Mungkin sudah hilang kesabaran, akhirnya si ibu pun menyeret dengan kasar si anak menjauh dari tempat mereka berdiri.

Saya yakin sejuta ibu yang lain pernah mengalami, anak yang tadinya anteng, nurut, lucu dan menggemaskan mendadak jadi gampang mengamuk, gampang marah, lebih rewel atau tiba - tiba menangis tanpa sebab yang jelas. Kalau sudah menangis kadang sambil menjerit - jerit, memukul mukul dan susah untuk ditenangkan. Lamanya menangis juga gak semenit dua menit, tapi bahkan bisa tahan hingga sejam. Dalam dunia parenting, kita bisa menyebutnya sebagai fase tantrum.

Saya pun mengalaminya. Jadi waktu Kira (anak pertama saya) memasuki umur 2 tahun, saya sedikit bingung dengan perubahan emosinya. Anak yang tadinya kalem - kalem aja mendadak jadi gampang rewel, gampang ngamuk, dan sering menangis jejeritan. Tetangga bahkan berkomentar, kalo Kira dah nangis kayak orang digebukin. Padahal sungguh, saya gak pernah nggebukin anak sendiri. Belakangan saya baru tahu kalau Kirana ternyata sedang menghadapi fase tantrum.

Penyebabnya hanya karena hal - hal sepele saja. Cuma kesenggol, snack di mangkoknya habis tapi gak segera diisi, atau sedang main tebak - tebakkan tapi mamanya salah menjawab, Kira bisa menangis sampai glundung - glundung. Kalau sudah begitu jangan harap mudah menenangkan Kirana yang sedang tantrum.. 

Kalaupun penyebabnya karena menginginkan sesuatu, setelah keinginannya dituruti Kira ya gak langsung berhenti nangis gitu aja, nangisnya lanjut lagi dan minta hal yang lain. Begitu aja terus sampai mamanya koprol, jungkir balik terus ikut nangis di pojokan. Karena sudah kelelahan menghadapi Kira pernah saya coba diamkan saja ketika dia menangis tantrum. Sebenarnya nggak tega, tapi dibujuk - bujukin apapun juga Kira gak bisa diam, jadi ditega - tegain saja melihatnya menangis. Dan tangisannya itu bertahan hingga sejam lamanya. 

Awalnya saya pikir hanya sesaat saja Kira berubah jadi sensitif dan tantrum begini, jadi saya pun berusaha menghadapinya dengan sabar. Tapi ternyata hampir setiap hari Kira berulah dan sehari bisa sampai 3 kali menangis tantrum hingga menjerit - jerit, lama - lama saya pun jadi gemas untuk mencubit atau membentak yang kemudian saya sesali sendiri. Pernah karena sudah kebingungan dengan tingkah tantrum Kirana, suami mengajak ke psikiater anak untuk berkonsultasi. Namun saya pikir nggak segitunya juga sampai harus ke psikiater segala.

Frustasi? Iya. Stress? Banget. Malu sama tetangga? Ho oh. Ditambah kondisi saat itu sedang hamil anak kedua, tanpa pembantu dan jauh dari orang tua. Haduh rasanya seharian teler banget karena capek secara fisik dan emosi.  Sebagai "mahmud abas" atau mamah muda anak baru satu pada saat itu saya benar - benar tak punya pegangan teori sama sekali. Kalau bertanya pada orangtua atau mertua jawabannya ya klise banget "Yang sabar..namanya juga anak - anak", begitu saja katanya, huhu. 

Tadinya saya pikir mungkin Kira merasa jeoleous dengan kehadiran calon adiknya sehingga jadi lebih sensitif. Namun setelah browsing sana sini dan curhat dengan beberapa teman yang anaknya sebaya dengan Kira, barulah saya mengerti ternyata Kira sedang memasuki fase "terrible two" yang membuatnya jadi sering tantrum dan bertingkah.

Jadi terrible two itu katanya istilah yang diberikan untuk anak yang menginjak usia 2 tahun, dimana anak biasanya sedang belajar mengendalikan emosi dan bermain - main dengan emosinya. Sedangkan tantrum adalah ledakan emosi yang umumnya ditandai dengan sikap keras kepala, menangis, menjerit, berteriak, pembangkangan, mengomel marah, serta resistensi terhadap upaya untuk menenangkannya. Biasanya tantrum pada anak akan berangsur - angsur mereda sesuai dengan bertambahnya umur anak.

Tidak semua anak seheboh Kira saat memasuki fase terrible two, karena adeknya sendiri tidak seheboh itu dan mudah dikendalikan saat menangis. Namun jika anak ibu seperti Kirana yang sensitif dan sering tantrum, tips - tips di bawah ini mungkin bisa membantu ibu melewati fase terrible two si kecil.

Berempati dengan anak


Sebagai orangtua sudah selayaknya kita memahami anak kita. Apa keinginannya, apa yang membuatnya tidak nyaman. Dan bagaimana perasaannya terhadap tindakan kita terhadapnya. Biarpun masih kecil namun anak sudah punya hati dan emosi. Jadi jagalah perasaannya dengan baik. Terkadang anak tantrum tidak pada tempatnya, tapi tetap perlakukan anak dengan baik. Kalau anak tak kunjung berhenti menangis dan tidak mau beranjak dari tempatnya ya digendong saja, bawa ke tempat lain. Jangan diseret - seret seolah anak tak ada harganya. 

Ibu jangan ikut terpancing emosi


Biasanya orangtua jadi tersulut emosinya ketika anak semakin menjadi - jadi dan susah ditenangkan saat tantrum melanda, akhirnya malah jadi bentak - bentakan sama anak dan cubitan melayang. Yuk belajar tahan omongan dan tangan. Sayapun masih belajar. Selalu ingat - ingat bahwa si kecil sedang dalam tahap belajar, saraf - saraf di otaknya juga belum saling bersambungan sehingga kita tidak bisa menuntut mereka untuk paham dengan nasehat atau omongan orang dewasa. Dan jangan lupa bahwa umur kita dan anak itu terpaut jauuuh, jadi jangan minta mereka untuk bersikap dewasa karena umurnya saja masih balita. 

Alihkan perhatian si kecil


Kalau Kira mulai tantrum biasanya hal pertama yang saya coba lakukan sebelum dia mulai menghayati tangisnya adalah mengalihkan perhatiannya. Harapannya adalah Kira lupa dengan penyebab nangisnya dan segera diam. Terkadang langsung diajak nonton video, lihat kucing, main air sabun, dsb. Untuk Kira seringnya sih gagal..haha. Tapi untuk adiknya cara ini sering berhasil.

Ikuti saja dramanya


Kalau saya sudah kehabisan akal biasanya saya diamkan saja Kira saat menangis namun tetap di dekatnya sampai dia berhenti menangis sendiri. Bagi sebagian orang mungkin hal ini terlihat buruk karena Kira tahan menangis tantrum dalam waktu yang lama sambil menjerit - jerit. Tapi saya cuek saja karena hanya orangtua yang paham dengan anaknya sendiri. Saat begitu biasanya saya akan sedikit mendokumentasikan drama menangisnya Kira. Saat Kira sudah tenang, saya perlihatkan videonya sambil bertanya kenapa Kira seperti itu? Biasanya saat kondisi "normal" anak lebih mudah diajak berkomunikasi. Jadi jangan bosan pula mengingatkan bahwa sikapnya itu tidak baik dan membuat mamanya sedih.

Bebaskan anak untuk berekspresi.


Saat menjelang umur 2 tahun Kirana punya baju kesayangan gambar kucing, beruang dan mickey mouse yang nasibnya cuci kering pakai. Bahkan kondisi basah masih dijemur pun Kira selalu merengek mau pakai baju itu. Saya selalu mengalah dan meyetrikanya sampai kering agar bisa Kira pakai. Pikir saya, gak akan selamanya Kira seperti itu. Dan memang benar, setelah 2 bulan Kira mulai bosan dan memilih baju yang lebih bervariasi. Umur 2 tahunan biasanya anak mulai punya keinginan dan pendapatnya sendiri. Misalnya dalam memilih gelas minumnya atau memilih pakaian. Jadi biarkan si anak yang menentukan pilihannya. Nah, penolakan - penolakan kita terhadap kebebasan si kecil dalam berekspresi ini sebenarnya bisa jadi salah satu pemicu tantrum. Kita sendiri gimana sih, kalo ingin ini gak boleh, ingin itu gak boleh. Mau begini dilarang - dilarang. Pasti kesel kan? Apalagi anak balita yang belum sedang belajar mengendalikan emosinya. 

Sabar 


Sabar, sabar dan sabar. Memang terdengar klise tapi begitulah nasehat orangtua dan mertua selalu. Tuhan tidak hanya menurunkan berkah namun juga ujian. Dan terkadang ujian itu datang dari anak - anak, sehingga sebagai manusia yang beriman kita harus senantiasa bersabar. Jangan lupa juga untuk selalu mendoakan anak - anak kita dan melimpahinya dengan kasih sayang. Semoga tuhan memampukan kita dalam bersabar merawat anak - anak kita hingga kelak mereka dewasa dan mandiri. Menghadapi anak tantrum? Ya sabar saja. 

Just my two cents. Selamat Menghadapi Anak Tantrum ya  ^_^.

Comments

Popular posts from this blog

Peduli Kesehatan Diri dan Keluarga, Jadi Smart Milenial Bersama Sequis Life

Bagi yang sudah merasakan manfaatnya, asuransi kesehatan saat ini sudah menjadi kebutuhan yang sama pentingnya seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan. Terutama bagi mereka yang memiliki riwayat atau resiko kesehatan atas penyakit tertentu. Namun pemahaman akan pentingnya asuransi kesehatan ini sepertinya belum menyentuh semua lapisan masyarakat. Termasuk generasi milenial yang katanya melek informasi dan adaptif terhadap teknologi. Padahal asuransi kesehatan memiliki peranan lain, selain melindungi diri dari ancaman kesehatan yang mengintai. Apa saja? Dan, asuransi kesehatan seperti apa yang bisa dijadikan pilihan kaum milenial? Sumber gambar : Pixabay.com Milenial dan Asuransi Kesehatan Menurut Wikipedia, milienial adalah generasi yang lahir antara tahun 1980 – 2000. Jika dihubungkan ke masa sekarang, ternyata generasi milenial ini sebagian besar sedang memasuki masa usia produktifnya. Dan sebagian lagi sedang berancang – ancang memasuki usia produktif. Pada u

Ketika Timbangan Belanjaanmu Dicurangi

  Assalamualaikum Idul adha sudah berlalu. Tapi toko – toko kelontong di sekitar tempat tinggal mama masih saja banyak yang tutup. Kebanyakan sih pada mudik. Kondisi pandemic yang semakin mengkhawatirkan , tampaknya tak membuat mereka – mereka ini gentar untuk pulang kampung. Termasuk toko sayur langganan mama yang sampai saat ini tak kunjung buka, karena pemiliknya juga sedang mudik . Masalahnya, mang – mang gerobak sayur, tempat alternative buat mama belanja sayur, yang biasa mangkal di pinggir jalan dekat perumahan, juga sama tak kelihatan batang gerobaknya. Mengingat bahan persediaan untuk memasak di kulkas juga sudah mulai menipis, akhirnya mamah bergerilya menyusuri kampung sebelah, mencari kang sayur atau warung sayur yang buka. Dan ketemulah satu toko yang terlihat menjajakan sayur mayur. Memang tak sekomplet toko sayur langganan, tapi karena tak ada pilihan, akhirnya mama putuskan untuk mampir. Dari dekat, penampakan barang – barang yang dijajakan sungguh membuat tak

Hidup Penuh Warna Ibu Rumah Tangga, Semakin Ceria dengan ASUS VivoBook Ultra A412DA

Kelihatannya tak bekerja. Tapi setiap hari menjadi chef untuk menjamin isi perut setiap anggota keluarga. Menjadi tukang ojek untuk mengantar jemput anak sekolah. Atau menjadi guru ketika membimbing anak belajar.   Begitulah aneka rangkap profesi yang saya lakoni dalam menjalani keseharian sebagai ibu rumah tangga. Ditambah dengan tingkah duo krucil yang terkadang membuat pusing kepala, hidup saya benar – benar penuh warna.  Yang saya tahu, deretan warna itu terbentang lebar dari kode #000000 hingga #ffffff. Artinya tak hanya warna cerah ceria saja yang tercatat disana. Ada juga warna – warna kelabu, sepekat mendung yang merayu. Dan begitulah keseharian saya dalam menjalankan aktivitas sebagai ibu rumah tangga. Tak selalu penuh sukacita, tapi ada juga pahit – pahitnya.  Tentunya bukan hanya saya saja yang merasa demikian. Mau itu ibu bekerja atau ibu rumah tangga, saya yakin keseharian ibu – ibu lainnya juga penuh warna, dinamis, serta tak jauh meriah multitaskingn